Kamis, 29 Januari 2009

Kehilangan

"Guru, aku sedih banget" kata seorang ibu yang telah sepekan duduk diam di depan jasad anaknya yang mulai membusuk. Anaknya telah mati termakan bencana tahun ini. " Aku tak sanggup relakan anak sulungku pergi dengan cara yang tidak sewajarnya"
"Lalu apa yang kau mau dariku?" sang guru menjawab. Sang guru adalah tokoh agama di pedalaman suku di mana bencana terjadi.
" Beritahu aku cara, agar dewa mau pertemukan aku lagi dengan anakku." permintaan ibu itu dengan berlinang air mata,tak terbayang kesedihan yang dilanda. Lalu sang guru menyuruh ibu itu untuk keliling kampung, menyinggahi setiap rumah dan meminta merica sebagai persembahan pada dewa. Saat mulai pertama mengetuk, pemilik rumah keluar dan mendapati ibu itu dengan iba.
" Apa yang hendak kau perbuat ibu, kenapa air matamu basah dan tak kunjung kering?"
" Aku hanya menginginkan satu bulir merica dari dapur rumahmu, agar bisa aku persembahkan kepada dewa." jawab sang ibu memelas.
" Untuk apa ibu persembahkan itu pada dewa?"
sang ibu lalu menjelaskan hal yang telah menimpa anaknya. Tak disangka sang pemilik rumah pun telah kehilangan ayahnya oleh bencana alam yang baru saja menelan warga kampung. Mereka saling bercerita, berbagi sedih, haru dan tangis. Sang ibu begitu tersentuh oleh cerita pemilik rumah, dia telah merelakan kepergian ayahnya, merelakan semua yang telah menimpa warga kampung dan mencoba tersenyum kembali.
Akhirnya, ibu itu melanjutkan perjalanannya meminta merica ke warga kampung. Tiap rumah, dari ujung ke ujung kampung telah dikumpulkannya merica. Semakin banyak pintu diketuk semakin kering air mata ibu itu. Semua pemilik rumah yang dimintakan merica, ternyata telah kehilangan anggota keluarga dan orang yang dicintai. Ada yang tabah, ada juga yang sedih berlarut larut. Tak beda dengan sang ibu. Setelah semua rumah di mintakan merica kembalilah ibu kepada rumah sang guru.
" Guru, aku hendak kuburkan saja jasad anakku."
" Kenapa demikian,bukankah kau inginkan dewa mempertemukan kau dengan anakmu lagi." jawab guru.
" Tidak guru, semua hanya ilusi. Ternyata tidak hanya aku yang kehilangan orang yang dicintai. Ternyata bukan hanya aku saja yang terkena dampak bencana ini. Dan buruknya hanya aku yang memiliki kehilangan ini. Semua orang memang kehilangan anggota keluarga mereka, tapi mereka tidak memiliki kehilangan itu. Yang mereka miliki justru jiwa orang yang telah pergi. Dengan demikian mereka tak pernah memiliki rasa kehilangan. Ternyata jika kita berbagi kita bisa terhibur dan tak menganggap diri kita paling nestapa, paling sengsara. Manusia hidup dalam keseimbangan, aku tak mau sedih terus guru, aku sadar bukan hanya aku yang sedih. Akan berdosa jika aku mencobai dewa hanya untuk hibur sedihku."jelas ibu itu panjang lebar.
"Terbukalah dengan apa yang disekitarmu,melihatlah apa yang nampak bagimu, mendengarlah apa yang telah dikatakan bagimu, maka hatimu akan besar dan jiwamu luas seluas samudera. Karena kegagalan bukan hanya untukmu, tetapi untuk semua orang yang lupa menyalakan pelita saat pelita itu mati. Sebaliknya, Tak ada kegagalan bagi orang yang sesegera mungkin berdiri setelah dia jatuh." jawab guru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar